Tulisan ini kutulis hari ini 23 Maret 2011 saat saya mengikuti Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) tingkat KBB di Villa Lemon Lembang.
Musrenbang merupakan sebuah rangkaian prosedur standar yang harus dilakukan pemerintahan dalam melakukan perencanaan pembangunan suatu satuan wilayah. Hal ini juga selaras dengan aturan yang ada yaitu Undang-undang no 25 th 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Bagi sebagian orang, Musrenbang ini lebih terasa sebagai sebuah seremonial rutin yang lebih seperti formalitas saja. Semoga tidak...
Musrenbang kabupaten ini (sebagaimana dalam sambutan Bupati juga) harusnya menjadi forum diskusi untuk arah pembangunan KBB antara unsur pemerintahan KBB dengan pemangku kepentingan (stake holders) lain seperti unsur masyarakat, kaum intelektual, pemerhati dll.
Ada yang menarik perhatian saya..., karena ada 3 buah kursi yang disediakan di jajaran peserta musyawarah dengan judul "Perguruan Tinggi"..., tapi sampai menjelang acara dibuka masih kosong. Dan akhirnya kursi itu diisi pula oleh pimpinan SKPD. Seharusnya kursi itu disiapkan untuk perwakilan Polban, Unai, dan STAI Darul Falah, namun entah kenapa tidak ada satupun yang hadir.
Memang seharusnya dalam sebuah wilayah, kelompok intelektual --yang biasanya direpresentasikan oleh insan dari perguruan tinggi-- menjadi bagian penting dalam merancang sebuah perencanaan pembangunan baik pembangunan fisik maupun non fisiknya.
Selain itu, saya juga melihat --setelah melihat data yang disajikan Bapeda KBB-- bahwa angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di KBB hanya 8,34 tahun yang artinya rata-rata penduduk KBB hanya sampai kelas 9 SMP atau belum lulus SMP.
Melihat kondisi KBB melalui beberapa indikator sederhana bahwa RLS yang masih di bawah 9 tahun, hanya ada tiga Perguruan Tinggi --itu pun salah satunya adalah Universitas Adven Indonesia yang cenderung eksklusif dan mahasiswanya hampir semuanya berasal dari luar KBB, dan Politeknik Bandung yang juga mayoritas mahasiswanya dari luar KBB-- untuk 1,5juta penduduk, masih banyaknya fasilitas pendidikan yang belum memadai, maka saya sangat mendorong kepada pemerintahan KBB untuk memprioritaskan pembangunan di bidang pendidikan baik dari sisi kuantitas dan pemerataan sarana prasarana pendidikan maupun kualitas pelayanan pendidikan di KBB. Selain itu --tentu saja-- harus didukung dengan manajemen pengelolaan pendidikan baik di skala makro di Dinas Pendidikan, skala messo di sekolah, dan skala mikro di kelas.
Di samping itu pula peran serta masyarakat sangat diharapkan untuk mendukung peningkatan kuantitas dan kualitas layanan pendidikan di KBB. Salah satunya yang sangat diperlukan --di samping kebutuhan lainnya-- adanya perguruan tinggi di KBB yang mudah dijangkau oleh masyarakat KBB baik dari sisi keterjangkauan lokasi maupun keterjangkauan biayanya. Saya yakin potensi intelektual akademisi yang dimiliki KBB sangat cukup untuk itu. Kalaupun kekurangan, bantuan SDM dari daerah Kota Bandung dan Cimahi juga cukup mudah untuk diakses.
Yaaa... Semoga...
Sing saha anu keyeng tangtu bakal pareng
man jadda wa jada...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
i like it! Setuju. Mari bergerak! Siap
BalasHapusUntuk tingkat kecamatan apalagi desa belum bisa mensinkronkan rencana pembangunan jangka menengah desa dengan RPJMD kabupaten, sehingga usulan2 kadang tidak nyambung dengan rencana kabupaten, juga di desa ada pemahaman bahwa musrenbang sarana menyampaikan KEINGINAN dan bukan KEBUTUHAN. Diharapkan BAPEDA kedepannya bisa memberikan pelatihan kepada desa bagaimana menyambungkan rencana desa disesuaikan dengan rencana kabupaten
BalasHapus@pa Ris: Bersama kita bisa...!!!
BalasHapus@pa ADD: betul...., harus selalu continuous improvement bro...
EYS masih di posisi dari tahun 2010=9.68; 2011=10.09; 2012=10.53; 2013=11.00; 2014=11.06; 2015=11.39; 2016=11.56 2017=11.79 sedangkan MYS nya 2010=7.03; 2011=7.33; 2012=7.36; 2013=7.39; 2014=7.51; 2015=7.53; 2016=7.63; 2017=7.74
BalasHapussemoga di 2018 sd 2019 ada percepatan yang signifikan kang