Social Icons

Sabtu, 14 November 2020

6 Perkara yang Menggerogoti Amal Sholeh

6 PERKARA YANG DAPAT MENGGEROGOTI AMAL-AMAL BAIK

1. الإشتغال بعيوب الخلق

Al istighlal bi’uyubil kholqi
(sibuk dengan aib orang lain) Sehingga lupa pada aib sendiri. Semut diseberang kelihatan sedang gajah dipelupuk mata tidak kelihatan.

2. قسوة القلوب

Qaswatul qulub (hati yang keras) Kerasnya hati terkadang lebih keras dari batu karang. Sulit menerima nasehat.

3. حب الدنيا

Hubbud dunya (cinta dunia) 
Merasa hidupnya hanya di dunia aja maka segala aktifitasnya tertuju pada kenikmatan dunia sehingga lupa akan hari esok di akhirat.

4. قلة الحياء

Qillatul haya’ (sedikit rasa malunya) Jika seseorang telah kehilangan rasa malu maka akan melakukan apa saja tanpa takut dosa.

5. طول الامل

Thulul amal ( panjang angan- angan) Merasa hidupnya masih lama di dunia ini sehingga enggan untuk taubat.

6. ظلم لا ينتهي

Dzhulmun la yantahi (kezhaliman yang tak pernah berhenti) Perbuatan maksiat itu biasanya membuat kecanduan bagi pelakunya jika tidak segera taubat dan berhenti maka sulit untuk meninggalkan kemaksiatan tersebut.

Mudah-mudahan kita semua dijauhkan dari 6 perkara ini sehingga tetap istiqomah dalam ketaqwaan...
Aamiin Ya Robbal'alamiin.

Disadur dari posting anonim wag.. 

Kamis, 11 Juni 2020

Ayah-Bunda dalam Al-Qur'an

oleh
Ust Abdul Aziz AR
(dari laman FB beliau) 

Apa beda   والديه dan ابويه  dalam alquran?

 Seluruh ayat di dalam Alquran. Kata والديه menununjukan ibu dan ayah.  Seluruh ayat dg tema burrul walidaain pasti disebut والديه

Sedankan ابويه  maksudnya ayah ibu.  Seluruh ayat waris disebut ابويه.
Kecuali dlm kisah Yusuf. Mengapa? Inilah penjelasannya:

لماذا لم يأتي ذكر أم سيدنا يوسف في سياق احداث السوره ولا مره الا في قوله ورفع أبويه علي العرش
وسجودها له في الرؤيا ..
لكن غير هذين الموضعين لا نجد لها اي ذكر
مع أن المفروض ان حزنها علي يوسف كان سيبلغ اضعاف حزن يعقوب الذي ابيضت عيناه وفقد بصره من شدة الحزن ..

Mengapa ibu nabi Yusuf tidak banyak disebut dalam kisah Nabi Yusuf AS kecuali hanya di dua tempat secara tersamar yakni di ayat 100 (wa rafa'a abawaihi...) dan di awal surat ketika Nabi Yusuf bermimpi 11 bintang, bulan dan matahari bersujud padanya? Di selain dua tempat itu mengapa tak ada penyebutan sama sekali? 

Padahal menyimak kisah Nabi Yusuf, mestinya kesedihan sang ibu akan berlipat lipat dibandingkan kesedihan Nabi Ya'qub sang ayah yang sampai kehilangan penglihatannya...

الاجابه ببساطه أن أم سيدنا يوسف ماتت وهي تلد أخوه الصغير بنيامين 
وبالتالي الأم التي رأها يوسف في الرؤيا هي زوجة أبيه التي ربته  وأم أخوته الذين تأمروا عليه 

Jawabannya sederhana, sebab ibu kandung Nabi Yusuf AS wafat saat melahirkan Bunyamin, saudara kandung Nabi Yusuf. Sehingga Ibu yang dia lihat dalam mimpinya, dan yang merawatnya adalah ibu tirinya, yang merupakan ibu kandung dari saudara-saudara nya yang hendak melenyapkannya

ولذلك طول الاحداث كان التركيز علي يعقوب لانه 
لان مهما كانت زوجة الاب متعاطفه مع يوسف لكن قلبها يحنو أيضا علي ابناءها ولن يقارن حزنها بحزن يعقوب

Itulah sebabnya di sepanjang kisah, fokusnya pada Nabi Ya'qub AS, ayah kandung Nabi Yusuf, sebab ibu tiri nabi Yusuf meskipun juga tetap menyayangi Nabi Yusuf, hatinya tertambat pula pada anak anak kandungnya, sehingga ia tidak merasakan kesedihan yang sama tingkatnya dengan kesedihan Nabi Ya'qub AS

لذلك تجد الروعه والبلاغه والدقه القرءانيه المدهشه حين قال يوسف في النهايه ..
ورفع أبويه علي العرش 
ولم يقل ورفع والديه علي العرش
لان كلمة والديه ستعني أمه المباشره من النسب

اما أبويه فتعني الاب والام لكن أمه التي ربته او زوجة ابيه وليست بالضروره أمه المباشره
كما ان استخدام كلمة الأبوين تشير الي الاب والام مع تغليب جانب الأب 

Karenanya kita mendapati indahnya sastra al quran dan detail bahasanya yang mengagumkan, ketika di ayat 100 dikatakan

ورفع أبويه علي العرش 

(dan Yusuf mempersilakan kedua orang tuanya untuk duduk di tempat duduknya)

ولم يقل ورفع والديه علي العرش

di situ dipilih kata ABAWAIHI bukan WALIDAIHI... 

اما الوالدين فتشير الي الاب والام أيضا لكن مع تغليب جانب الأم لان الولاده صفة الانثي

Sebab kata walidain itu artinya meskipun juga sama KEDUA ORANG TUA tapi sisi ibu lebih dominan, sebab Al wiladah/yang melahirkan itu sang ibu

(Sementara yang diminta Nabi Yusuf duduk di ayat ke 100 itu adalah ibu tirinya, bukan ibu kandung yang melahirkannya, maka dipilihlah kata Abawaihi)

ولذلك نفهم من هنا لماذا قال الله عز وجل
وبالوالدين إحسانا ولم يقل بالأبوين إحسانا لتزكية الأم علي الأب في الرعايه والإحسان والبر 

Itulah sebabnya dalam hal berbuat baik/Berbakti Allah SWT menggunakan kata WA BIL WALIDAINI IHSAANA, bukan WA BIL ABAWAINI IHSANA, Sebab ada penekanan (di ayat yang lain dan juga dalam hadis) agar lebih diutamakan bakti kepada ibunda yang telah melahirkan kita

ولماذا قال في الميراث لأبويه لكل واحد منهما السدس ولم يقل لوالديه لان في حال موت الأبن تزكية الاب أولي لانه من ينسب اليه الابن وينادي به كما أنه عائل الاسره من بعده

Sementara dalam ayat waris, mengapa digunakan kata WA LI ABAWAIHI dan tidak WA LIWALIDAIHI sebab dalam kondisi meninggalnya seorang anak, maka penyebutan/pengutamaan bapak lebih dominan sebagai kepala keluarga yang mana kepadanya lah Nasab dan panggilan keluarga di nisbahkan...

Masya Allah... indahnya bahasa al Qur'an. Tak mungkin ketelitian itu lahir kecuali dari detail mu'jizat dan firman-Nya. Dan inilah mengapa di awal surat yusuf, surat yang agung ini, di ayat ke 2, Allah berfirman :

"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya" (Yusuf : 2)

Ya Allah karuniakan kepada kami kesungguhan mentadabburi dan memahami firman-Mu... Amiin

*diolah dari berbagai sumber
Wallahu'alam

Senin, 11 Mei 2020

USTAD PENCURI

Seorang Ustad diundang makan malam oleh sepasang suami istri di rumah mereka.

Setelah Ustad itu pergi, si istri berkata kepada suaminya, Uang kita hilang, aku pikir Pak Ustad yang mengambil uang 5 jt di meja itu.

"Padahal uang itu akan aku berikan untuknya."

Dengan marahnya si suami berkata, "Jika begitu dia pencuri !  Jadi kita tidak perlu datang ke pengajiannya lagi.

Dua bulan kemudian si wanita bertemu dengan Ustad itu di jalan dan dengan terpaksa menyapa Sang Ustad.

Ass. Wr. Wb. Pak Ustad, tentu anda menyadari bahwa sudah lama kami tidak hadir di pengajian karena kami marah padamu. 

Ketika anda makan malam di rumah kami, di meja ada uang 5 jt yang hilang, setelah anda pergi. 

Dan Pak Ustad adalah satu-satunya orang yang datang ke rumah kami hari itu.

Sang Ustad dengan tersenyum menjawab :
Ya benar aku yang mengambil uang itu dan menaruhnya dalam Al-Qur’an anda, agar tidak terkena tumpahan saus.

Maafkan saya kalau waktu itu saya tidak beri tau anda, karena saya pikir kalian tiap hari pasti buka Al-Qur'an.

Wanita itupun amat malu dan meminta maaf kepada sang Ustad.

Setelah Kembali ke rumah, dia mengambil Al-Qur'an  dan menemukan 5 jt berada di dalam Al-Qur'an  sudah selama dua bulan.

Selama dua bulan si wanita dan suaminya tidak pernah membuka dan membaca Al-Qur’an.

Selama dua bulan mereka telah menuduh Ustad-nya itu telah mencuri uang mereka.

Sahabatku semua......
Semoga kita tidak seperti kisah suami dan isteri diatas.

Jarang Membaca Al-Qur’an, berprasangka buruk dan menghakimi orang lain yang belum tentu bersalah.

Kamis, 07 Mei 2020

Bukan Siapa-siapa

Nu'man bin Tsabit yang dikenal dengan sebutan Abu Hanifah, atau populer disebut IMAM HANAFI, pernah berpapasan dengan anak kecil yang berjalan mengenakan sepatu kayu (terompah kayu).

Sang Imam berkata: "Hati-hati nak dengan sepatu kayumu itu, jangan sampai kau tergelincir."
Bocah ini pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih, dan bertanya..
"Bolehkah saya tahu namamu Tuan?" tanya si bocah.
"Nu'man namaku", Jawab sang Imam.

"Jadi, Tuan lah yang selama ini terkenal dengan gelar Al-imam Al-a'dhom. (Imam Agung) itu..??" tanya si bocah.

"Bukan aku yang memberi gelar itu, masyarakat-lah yang berprasangka baik dan memberi gelar itu kepadaku."

Si bocah berkata lagi.. "Wahai Imam, hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai tuan tergelincir ke neraka karena gelar itu...! Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke dalam api yang kekal, jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya."

Ulama besar yang diikuti banyak umat Islam itupun tersungkur menangis....

Imam Abu Hanifah bersyukur. Siapa sangka, peringatan datang dari lidah seorang bocah.

Betapa banyak manusia tertipu karena pangkat dan jabatan,
tertipu karena kedudukan
tertipu karena gelar
tertipu karena status sosial
tertipu karena harta yang berlimpah, dan lain sebagainya.
Jangan sampai kita tergelincir... jadi angkuh dan sombong karenanya.

Ada pepatah mengatakan:

 "SEPASANG TANGAN YANG MENARIKMU KALA TERJATUH LEBIH HARUS KAU PERCAYAI DARIPADA SERIBU TANGAN YANG MENYAMBUTMU KALA TIBA DI PUNCAK KESUKSESAN".

Sabtu, 02 Mei 2020

Belajar di mana pun pada siapa pun

Lucu juga, kembali memperhatikan perkembangan Ahfa..., cucu pertama saya, dari sejak lahir hingga kini hampir 1,5 tahun.

Karena momen itu tidak lengkap saya nikmati bersama anak-anak saya. Saya tidak utuh membersamai ke empat anak saya dalam perkembangannya. Yaa... Mereka lahir pertama tahun 1996 dan terakhir tahun 2006, di mana kurun tahun 1996 hingga 2008 itu saya bolak-balik Jakarta Bandung, karena aktivitas saya di Depdikbud, lalu berganti Depdiknas ketika itu.

Sebuah kesadaran bahwa salah satu aktivitas manusia yang tak pernah berhenti --disadari atau tidak-- adalah belajar.

Anak baru lahir --sebagaimana si kakak, panggilan Ahfa-- melalui proses belajarnya dengan menirukan semua yang didengar dan dilihatnya, dari apapun dan siapapun yang berucap dan berlaku.

Nanti dilanjutkan belajar formal di sekolah hingga perguruan tinggi. Lalu setelah masuk dunia kerja, mereka belajar dalam bentuk "on the job training" dan sebagainya. 
Yaa... Kita akrab dengan istilah "long life education" dan bahasa agamanya "tholabul ilmi minal mahdi ilal lahdi", belajar dan mencari ilmu dari sejak buaian hingga liang lahad. Bahkan ayat yang pertama kali diturunkan Allah pada Rasul kita Muhammad SAW merupakan suatu perintah, yaitu perintah membaca... Bacalah dengan nama tuhanmu yang menciptakan. 
Itu artinya memang sudah dari sononya kita dituntut untuk senantiasa belajar kapan pun dan di mana pun. 
Karenanya, di saat kita dituntut untuk stay@home seperti sekarang, yang entah sampai kapan..., maka kita mesti tetap mampu mendayagunakan nalar kita untuk terus belajar. Termasuk kita belajar pada si korona, dan siapapun yang menyikapi korona ini. 
Yaa...
BELAJAR DI MANA PUN, BELAJAR PADA SIAPA PUN.

Selamat Hari Pendidikan Nasional
 
Blogger Templates